Antitesa, Geliat Perempuan dan Teks Kebangsaan di PDS HB Jassin Jakarta

By Indonesia Maritime News 19 Okt 2023, 19:58:23 WIB Seni & Budaya
Antitesa, Geliat Perempuan dan Teks Kebangsaan di PDS HB Jassin Jakarta

Keterangan Gambar : Julia Basri membacakan puisi kreaif karya Bung Karno . Foto : property of indonesiamaritimenews.com/HS



Indonesiamaritimenews.com (IMN), JAKARTA: Puisi Aku Melihat Indonesia, yang ditulis oleh presiden pertama Indonesia Soekarno, itu memecah auditorium Perpustakaan Jakarta/Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Rabu (11/10) pekan lalu.

Seratusan penonton yang sebagian besar mahasiswa membaur bersama perupa, dan pegiat seni lainnya, sesaat seperti terpana.

Baca Lainnya :

Olah tubuh dan  ekspresi Julia Basri mengalirkan kata-kata dan tekanan nada
menggambarkan kedalamannya menyelami bait-bait puisi sang Proklamator.Lihatlah puisinya!

Jika aku berdiri di pantai Ngliyep

Aku mendengar ia dalam Hindia bergelora

Membanting di pantai Ngeliyep itu

Aku mendengar lagu – sajak Indonesia

Jikalau aku melihat

Sawah menguning menghijau

Aku tidak lagi melihat

Batang-batang padi yang menguning – menghijau

Aku melihat Indonesia

Jikalau aku melihat gunung-gunung

Gunung Merapi, gunung Semeru, gunung Merbabu

Gunung Tangkupan Prahu, Gunung Klebet

Dan gunung-gunung yang lain

Aku melihat Indonesia

Jikalau aku mendengar lagu lagu yang merdu dari Batak

Bukan lagi lagu Batak yang kudengar

Aku mendengar Indonesia

Jikalau aku mendengar pangkur Palaran

Bukan lagi pangkur Palaran yang kudengarkan

Aku mendengar Indonesia

Jikalau aku mendengar lagu Olesio dari Maluku

Bukan lagi aku mendengar lagu olesio dari Maluku

Aku mendengar Indonesia

Jikalau aku mendengar burung perkutut

Menyanyi di pohon di tiup angin yang sepoi-sepoi

Bukan lagi aku mendengar burung perkutut

Aku mendengar Indonesia

Jikalau aku menghirup udara ini

Aku tidak lagi menghirup udara ini

Aku menghirup Indonesia

Jikalau aku melihat wajah anak-anak di desa-desa

Dengan mata yang bersinar-sinar…

Pak…Merdeka

PAK…MERDEKA

Pak Merdeka

Aku bukan lagi melihat mata manusia

Aku melihat Indonesia!

Aksi panggung Julia Basri, yang disebutnya sebagi "pembacaan puisi kreatif", itu diawali dengan pembacaan teks Sumpah Pemuda. Puluhan mahasiswa Politeknik UI jurusan komunikasi yang dijadikan pendukung dadakan untuk koor membacakan teks itu, membuat suasana terbangun khidmat.

Dari depan mahasiwa yang duduk di kusinya, Julia Basri, deklamator, penulis yang juga penggerak literasi nasional itu lalu begerak naik ke atas panggung. Di sini dia membacakan puisi karya Bug Karno Aku Melihat Indonesia.

Penguasaannya pada sejumlah "perangkat" deklamasi seperti pernafasan, vokal, ekspresi, dan intonasi terlatih, menajamkan akurasi interpretasinya pada teks puisi itu.

Efeknya, ya tadi, penonton terhanyut. Ruang auditorium senyap. Suasana ini terbangun juga karena kepiawaian Julia merangkai medley instrumentalia sejumlah back sound musik bernuansa etnik.

Tak berlebihan kiranya bila disebut, di tengah suasana tahun politik yang cenderung "membelah" dan menafikan dan mendegradasi pihak lain –dan hanya menunjuk dirinya yang unggul, teks-teks bertema kebangsaan dan persatuan yang dihantarkan Julia Basri, termasuk kutipan sumpah yang diucapkan Mahapatih Majapahit Gajah Mada, seperti memberi oase nasionalisme yang hampir terabaikan: sejuk, menggugah, dan merekatkan.

"Saya sampai menahan tangis terharu, " ungkap Dr Nadia Iskandar, perupa yang menjadi salah seorang pembicara dalam talk show, mengapresiasi penampilan 15 menit Julia Basri pada acara bertajuk Geliat Perempuan Pekerja Seni yang digelar komunitas SATARUPA.

Pada acara yang dibuka oleh Koordinator Sastra Reboan Dyah Kencono Puspito Dewi tersebut,

Julia memang tak tampil sendiri di panggung.

Ikut memeriahkan acara sejumlah pembaca puisii lain seperti Nuyang Jaimee, Ilhamdi Sulaeman, Nunung Noor El Niel, Ari Speed , Herman Syahara, Guntoro Sulung, Megawati Nurdin, Erna Winarsih Wiyono, pembacaan pantun oleh Martha Sinaga, dan tarian oleh Aisyah dengan pengendali acara Evi Krisnawati.


Suasana diskusi Geliat Perempuan dalam Seni Rupa di PDS HB Jassin. Foto : Property ofvindonesiamaritimenews.com/HS

Sedangkan forum diskusi, selain menampilKan pembicara Nadia Iskandar, ada l pula Citra Smara Dewi, akademisi dari FSRD IKJ dan Kurator Galeri Nasional Indonesia, moderator Muzlifah Muhiddin, dan Taufik Rahzen yang cukup panjang memaparkan eksistensi komunitas SATARUPA dalam perspektif seni dan sejarah.

Sedangkan para pembicara dalam diskusi hampir senada menyatakan positif, bahwa perempuan Indonesia telah sampai pada kesetaraan dan mendapat ruang yang sama dengan kaum pria dan ruang yang sama dalam seni rupa khususnya.

Uniknya, sepanjang acara sekitar tiga jam itu, di depan panggung berlangsung pula penampilan yang menyita perhatian, yakni lukis sketsa wajah. Perupa Titiek Sundari, Aida Noor, Bina Novida serta Karenina Nina melukis sejumlah "model" yang dicomot dari bangku pengunjung.

Sekali lagi, teks-teks kebangsaan yang dihantarkan Julia Basri dan seluruh performa rangkaian acara Sastra Reboan SATARUPA bertajuk Geliat Perempuan dalam Seni Rupa itu, pantas mendapat apresiasi karena telah menjadi antitesa dari "suasana kampanye" capres/cawapres yang menguasai ruang publik dan media massa kita beberapa waktu belakangan.(Herman Syahara/*)




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook